"Penyakit Seribu
Wajah" dan "Si Peniru Ulung". Ini adalah julukan yang sering digunakan
para ahli medis untuk menggambarkan Lupus, yaitu penyakit kelainan
sistem kekebalan tubuh yang berbahaya dan sulit dideteksi ataupun
didiagnosa.
Prof. Dr. Zubairi Djoerban, ahli penyakit dalam dari Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (RSCM) mendefinisikan Lupus sebagai penyakit kronis
atau menahun yang membuat zat imunitas tubuh bereaksi secara berlebihan
terhadap rangsangan dan benda asing dari luar yang masuk ke dalam tubuh.
Dia menjelaskan, dalam ilmu imunologi atau ilmu kekebalan tubuh, penyakit Lupus adalah kebalikan dari kanker atau HIV/AIDS.
"Pada pasien Lupus, produksi antibodi yang seharusnya normal menjadi
berlebihan sehingga antibodi itu tidak lagi berfungsi menyerang virus,
kuman, dan bakteri yang masuk ke dalam tubuh, tetapi justru menyerang
sel dan jaringan tubuh pasien sendiri," katanya.
Penyakit itu dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu ketika penyakit ini sudah menyerang seluruh organ tubuh atau sistem internal manusia.
Dengan demikian, Lupus disebut sebagai autoimmune disease,
yaitu penyakit dengan kekebalan tubuh berlebihan. Namun, Lupus bukanlah
penyakit menular, dan belum ada hasil penelitian yang membuktikan
penyakit itu dapat diturunkan secara genetis.
"Lupus bukan penyakit yang disebabkan oleh virus, kuman, atau
bakteri. Keterlibatan faktor genetik, hormon, dan lingkungan diduga
sebagai penyebab Lupus," kata Dr. Zubairi.
Walaupun demikian, dia juga mengatakan Lupus seringkali sulit untuk
didiagnosa karena gejalanya yang mirip dengan penyakit umum lainnya, dan
penyebab serta pengobatan dari penyakit itu belum diketahui dengan
pasti.
"Itulah sebabnya penyakit Lupus disebut sebagai "penyakit seribu
wajah" karena gejalanya sama dengan gejala penyakit manapun pada
umumnya. Bila penyakit ini menyerang organ jantung maka gejala penyakit
akan seperti penyakit jantung," ungkapnya.
Beberapa gejala awal yang dialami pasien Lupus, antara lain sakit
pada sendi dan tulang, demam berkepanjangan bukan karena infeksi,
anemia, dan cepat lelah.
Sedangkan gejala yang dialami pasien pada tahap lanjut penyakit Lupus, diantaranya bercak merah berbentuk seperti kupu-kupu (butterfly rash), ujung jari berwarna pucat kebiruan, kejang, sakit kepala, stroke, dan keguguran pada ibu hamil.
"Apabila empat dari gejala tersebut terdapat pada seseorang maka
segera periksa ke dokter. Jika tidak diketahui sejak dini, Lupus sama
berbahayanya dengan kanker, penyakit jantung, maupun AIDS dan bisa
menyebakan kematian," ujarnya.
Hal itu karena Lupus dapat menyerang organ tubuh vital seseorang
dengan sangat mudah, seperti jantung, ginjal, hati, paru-paru.
Selain itu, akibat sifat dan gejala dari Lupus yang menyerupai
penyakit umum lain, diagnosa penyakit ini biasanya diperoleh setelah
dokter secara bertahap mempelajari riwayat kesehatan pasien dan
menggabungkan berbagai keluhan pasien.
Dokter juga harus menganalisa hasil pemeriksaan laboratorium dan
melakukan beberapa pemeriksaan yang berhubungan dengan kekebalan tubuh.
"Sayangnya sampai saat ini belum ada pemeriksaan tunggal yang bisa
digunakan untuk menentukan seseorang menderita Lupus atau tidak," tutur
Dr. Zubairi.
Namun, dia mengatakan sebagian besar masyarakat Indonesia belum
menyadari keberadaan dan bahaya dari penyakit Lupus karena banyak orang
tidak mengetahui pasti tentang penyakit ini.
"Banyak juga yang beranggapan Lupus merupakan penyakit langka dan
jumlah pasiennya sedikit. Faktanya, pasien penyakit ini cukup banyak dan
semakin meningkat," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, sosialisasi tentang penyakit Lupus
kepada masyarakat sangat diperlukan untuk meningkatkan kewaspadaan
terhadap penyakit ini sehingga si penderita segera mendapat pengobatan
atau perawatan yang diperlukan.
sumber : www.antaranews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar